Monday, November 14, 2011

Situs Warisan Dunia di Nikko - Jepang


Nikko terletak kira-kira 140 KM sebelah utara Tokyo. Di sini terdapat situs yang merupakan salah satu dari 16 situs warisan dunia UNESCO yang berada di Jepang hingga saat ini. Toshogu Jingu, Kuil Rinno-ji, dan Futarasan Jingu yang letaknya berdekatan, diresmikan sebagai situs UNESCO pada tahun 1999.

Nikko mulai berkembang setelah kedatangan seorang pendeta Buddha yang bernama Shoto. Dia yang mengembangkan budaya dan kemudian menjadikan Nikko terkenal sebagai tempat suci. Konon, sang pendeta berjalan menuju Gunung Nantai di Nikko atas bimbingan dan petunjuk dari langit. Dia melewati berbagai rintangan yang berat hingga akhirnya berhasil mencapai puncak bukit pada tahun 782. Sebuah patung perunggu Biksu Shoto didirikan di depan Kuil Rinno-ji.

Rinno-ji adalah nama umum dari sekumpulan kuil yang ada dalam kompleks yang sama. Salah satunya yang terbesar (sedang direnovasi) adalah Sanbutsu-do. Sanbutsu bisa diartikan Tiga Buddha. Hon-do adalah istilah buat bangunan dengan ruangan besar atau hall. Didalam sini terdapat tiga patung berukuran besar. Patung Buddha yang diapit oleh dewi bertangan banyak dan sosok dewa berkepala kuda yang menjadi pelindung Buddha. Dilarang memotret dalam hall ini.


Dari Rinno-ji, saya berjalan lagi menuju Toshogu Jingu. Jingu yang didedikasikan buat Shogun Tokugawa yang pertama, Tokugawa Ieyasu. Tokugawa Ieyasu berhasil menyatukan Jepang pada 1603, dan menjadi pemimpin militer utama yang berkuasa penuh atas Jepang atau lebih dikenal juga sebagai Shogun. Dan menjadikan Edo atau Tokyo sebagai pusat pemerintahannya. Sebelum meninggal, Ieyasu berpesan agar di tahun pertama kematiannya, jasadnya disemayamkan di Gunung Kuno, yang merupakan kampung halamannya. Kemudian agar diabadikan dengan sebuah Jingu kecil di Nikko. Dia berharap diabadikan sebagai Dewa penjaga Jepang.


Ieyasu meninggal tahun 1616, pada usia 75 tahun. Dan sebuah Jingu di bangun di Nikko sesuai permintaannya. Nikko yang terletak di sebelah Utara Edo. Utara menurut kepercayaan orang Jepang sebagai arah yang kurang bagus, arah datangnya setan dan kejahatan, walaupun begitu, sesuai dengan keinginan Ieyasu yang akan melindungi Jepang dari segala mara bahaya dan kejahatan. Awalnya Toshogu Jingu hanya berupa bangunan kecil sesuai wasiat Ieyasu. Tetapi kemudian diperbesar dan diperluas sekaligus diperindah oleh Shogun ketiga Tokugawa, Iemitsu.



Tiga Monyet Bijak, "tidak mendengar yang buruk, tidak berkata yang buruk, dan tidak melihat yang buruk". Ukiran ini terdapat di salah satu bangunan dalam komplek Toshogu Jingu.

Berjalan menuju Futarasan Jingu, saya melewati jalan dengan deretan lentera dari batu. Futarasan Jingu sebagai tempat penyembahan Gunung. Leluhur bangsa Jepang sangat menghormati Gunung Tinggi, karena Gunung dianggap yang mengatur berbagai fenomena alam, seperti awan, halilintar, hujan, dan salju. Tempat air berasal. Mereka percaya bahwa para dewa tinggal di sana. Kepercayaan Bangsa Jepang menurut saya hampir mirip dengan kepercayaan animisme dan dinamisme. Kepercayaan kuno leluhur Bangsa Indonesia. Mereka percaya bahwa roh bersemayam di dalam pohon atau benda-benda keramat. Kepercayaan Buddha ternyata berjalan beriringan dengan kepercayaan kuno masyarakat Jepang, yang lebih dikenal dengan Shinto. Mayoritas masyarakat Jepang menganut kepercayaan Shinto sekaligus agama Buddha. Kepercayaan dan budaya Shinto mereka jalankan dikehidupan sekarang, dan agama Buddha sebagai pegangan yang berkaitan dengan kepercayaan mereka setelah mati. Shinto adalah kepercayaan tanpa kitab suci dan tanpa seorang rasul atau teladan sebagai pembawa ajaran.


Sekitar halaman Futarasan Jingu. Dari penjual suvenir, beberapa tenda di mana pengunjung bisa mencoba sajian mie kuah yang pembuatannya didemonstrasikan disitu, hingga upacara pernikahan dalam Jingu.


Beberapa tempat suci lainnya di sekitar Futarasan Jingu



Tempat terakhir yang saya kunjungi di hari pertama adalah Taiyun Musouleum atau makam dari Shogun ketiga Tokugawa Iemitsu yang lebih dikenal dengan nama gelarnya, Taiyun. Taiyun dikenal sangat memuja kakeknya, sang pendiri Shogun Tokugawa, Ieyasu. Hingga dia berpesan, agar di makamkan tidak jauh dari Jingu Ieyasu.


Udara di Nikko menjelang malam sudah sangat dingin, apalagi sekarang sudah memasuki musim dingin. Saya bergegas menuju Guesthouse Sumica yang sudah saya pesan sebelumnya, tidak jauh dari Stasiun Nikko. Dan tanpa diduga, disini saya berkenalan dengan Yoshiko-san, teman dari pengurus Guesthouse. Mbak Yoshiko ini yang asli berasal dari Nikko, pernah tinggal di Indonesia selama 2 tahun mengikuti program kerja sosial pemerintah Jepang. Dia bekerja di Panti Sosial Bina Grahita di Palu, Sulawesi Tengah. Betapa senangnya dia setelah mengetahui saya berasal dari Sulawesi Selatan. Katanya, kadang bertemu dengan orang Indonesia, tetapi jarang yang dari Sulawesi. Dia sempat menanyakan kondisi terakhir di Poso, yang dia ketahui dari berita terjadi keributan beberapa tahun yang lalu. Walaupun sudah meninggalkan Indonesia sejak 15 tahun yang lalu, dia masih ingat banyak bahasa Indonesia. Bahkan kami bercakap-cakap dalam bahasa Indonesia dan hebatnya ingat beberapa bait lagu Indonesia Raya. Yang membuat saya geli ketika dia masih ingat beberapa logat bugis-makassar yang katanya dia baru tau kalau logat itu tidak digunakan di Jawa. Malamnya, mbak Yoshiko ini yang mengantar ke supermarket dan membantu saya memilih makanan yang setidaknya tidak mengandung Babi. Seharian, makan roti terus bikin lemas tidak bertenaga. Ketika tugasnya selesai di Indonesia dan pulang ke Jepang, mbak Yoshiko membawa oleh-oleh kaos kuning bergambar pohon beringin. Ketika itu Presidennya masih Soeharto.


"Perjalanan hidup manusia adalah sebuah perjalanan yang jauh
Tidak perlu tergesa-gesa
Tidak akan merasa kurang jika terbiasa dengan ketidaknyamanan
Sedikit jauh lebih bagus daripada berlebihan
Ingat kesulitan yang pernah dilalui ketika merasa hilang harapan
Sabar adalah dasar dari keselamatan yang langgeng
Kemarahan adalah musuh
Kerusakan akan datang jika selalu menang
Celaan kepada diri sendiri, bukan kepada orang lain"
(Tokugawa Ieyasu)




Wassalam,
タクビール

No comments: